Selasa, 08 Maret 2011

BALIBO

des 2009 | frans ari prasetyo

movie screening "Balibo" di Gd. Indonesia Menggugat (by frankazoid)


BALIBO ! Sebuah film yang sejatinya akan ditayangkan pada acara pembukaan Jakarta International Film Festival, tiba-tiba dibatalkan karena adanya pelarangan tayang oleh LSF Indonesia, dengan alasan yang menurut mereka hanya akan mengingatkan pada "LUKA" lama ! Tapi pelarangan ini menjadi sebuah bola salju yang terus bergulir, sehingga banyak publik yang "penasaran" akan film BALIBO ini.

Diprakarsai oleh AJI (Aliansi Jurnalist Independent) , maka publik Bandung dapat menikmati film BALIBO ini secara gratis pada tanggal 8 Des 2009 di Gedung Indonesia Menggugat. Sebelum pemutaran film dimulai , terdapat sebuah aksi pengumpulan "KOIN untuk PRITA Mulyasari" yang divonis untuk membayar ganti rugi Rp204juta kepada RS. Omni Internasional akibat keluhkesahnya didunia maya.

Film pun bergulir kurang lebih selama 1.5 jam dengan setting Timor Leste tahun 1975 menceritakan keadaan waktu itu dengan sisi jurnalistik yang kental , baik dari aktornya maupun proses penginvestigasiannya, dan apa yang terjadi?, memang film yang sungguh dramatis disisi kemanusiaan, sungguh kontroversial dari segi politik,dan sangat dokumentatif  secara jurnalistik, walaupun pembuat film (Robert Connelly) ini tidak mau menyebutkan bahwa film Balibo ini adalah "film Dokumenter"  tetapi film yang berdasarkan "Kisah Nyata" , selain itu ditambah dengan kekuatan sinematografi yang mumpuni membuat film ini akan menjadi  pembicaraan hangat dikalangan kritikus per-filman. Balibo adalah sebuah wilayah dekat perbatasan antara Timor Leste dan Indonesia yang menjadi  garis depan "konflik" yang terjadi disana dan benang merah dari film ini. 

Menonton Balibo ini, bagi saya pribadi seperti menonton perpaduan film Tears of The Sun-nya Bruce Willis, yang berpadu dengan  CHE dan HOTEL RWANDA, banyak aspek kemiripan penokohan, cerita dan settingnya, tapi sudahlah biarkan audience menyimaknya dengan pandangannya masing-masing secara arif dan dewasa.

Setelah film BALIBO ini , selesai terdapat sesi diskusi yang dimoderatori oleh Aat Suratin dengan menampilkan Kiki Syahnakri (dari pihak militer yang pada waktu itu berdinas diKodam Udayana, sekarang menjabat Wakasad), lalu  Banyu Prawita (pengamat Hubungan Internasional dari UNPAR) dan terakhir Bob Howard (Jurnalist Australia yang menjadi dosen tamu di UNPAD).

Pembicaraan dimulai dari Kiki Syahnakri yang menceritakan posisi beliau pada waktu itu dan beberapa hal yang ada kaitannya dengan Timor Leste. Beliau memaparkan bahwa di Timor Leste pada waktu itu terdapat 3 partai , yaitu : 1. UDT (didukung oleh mayoritas massa dan gereja) , 2. Fretilin (didukung oleh militer), 3. Apodeti (didukung oleh raja lokal,yaitu Raja Atsabe dan Ainaro). UDT dan Fretilin mempunyai orientasi Merdeka sedangkan Apodeti memilih integrasi dengan Indonesia. Konflik antar partai sampai merembes kewilayah massa sehingga pertengahan tahun "75 terjadinya konflik internal antar sesama rakyat timor, akhirnya UDT bergabung dengan Apodeti dengan merubah orientasi menjadi Integrasi dengan Indonesia walaupun dengan berbagai syarat tentunya. Belum lagi ditambah dengan proses dokolonisasi oleh Portugis di Timor leste, membuat konflik yang terjadi menjadi konsumsi internasional dan diperkuat oleh ketengangan dunia dengan "perang dingin".

Aaat Soeratin - Kiki Syahnakri - Banyu Prawita - Bob Howard
(dari kiri ke kanan by frankazoid)

Sedangkan Banyu Prawita, melihat ini dari sudut hubungan internasional dimana kejadian di Timor Leste merupakan bagian dari rembesan ketengagan dunia akibat perang dingin yang pada pertengahan tahun 70-an sedang dalam puncaknya, sehingga beliau mengeluarkan statement "War is product of political Tension" dan ini terjadi juga diwilayah yang sekarang sedang dibahas "BALIBO" Bob Howard melihat film ini dari segi jurnalistik dimana  mulai aspek peliputan sampai keamanan seorang jurnalist , menurut beliau ketika film ini diputar di australia, banyak jurnalilst Australia justru kecewa dengan negaranya, kenapa Australia tidak melakukan sesuatu terhadap para jurnalis yang tergambarkan di film ini ?

Terlepas dari semuanya, terdapat statement yang menarik menurut saya menarik yang saya ambil dari salah satu adegan di film,  "Mengapa Indonesia menginvasi mereka dan Mengapa Portugis tidak membantu mereka ?", tapi sudahlah ketika film ini direleased kepada publik dimana posisi pembuatnya telah "Mati" dan biarkan pembaca "menafsirkannya". Banyak pelajaran dan makna yang dapat diambil dari film Balibo, ini salah satunya diwilayah jurnalistik dan filmografi , mungkin sudah saatnya Indonesia memiliki lebih banyak jurnalist dan film maker yang berani mengangkat hal-hal yang selama ini menjadi "sandungan" dalam pemetaan sejarah indonesia untuk diangkat secara komprehensif dari hasil riset dan investigasi yang dapat dipertanggungjawabkan , sehingga kajian tentang negeri tergambarkan sebenar-benarnya. Sulit memang, membutuhkan keberanian dan konsistensi luarbiasa disertai dengan konsekuensi yang menyertainya,masa sejarah negeri ini diangkat oleh pihak asing........kan lebih baik jika diangkat oleh bangsanya sendiri ! apa kata dunia !

Saya hanya berharap tidak adanya perang dan tidak adanya kepentingan pihak tertentu yang mengkebiri hak hak kemanusiaan seseorang yang sejatinya merupakan anugrah dari tuhan, semoga dunia damai, semoga saja ! 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar