Sabtu, 12 Maret 2011

Tony Broer : TUBUH MASKER SETENGAH BUNGA

Sepanjang Jalan BuahBatu & Soekarno Hatta, Bandung
Akhir maret 2010 continues to Desember 2010 by frans ari prasetyo

Tony Broer by frankazoid

Tony Broer by frankazoid

Tony Supartono alias Tony Broer melahirkan dirinya kembali dalam Interogasi Tubuh, program Projek Anomali OYAG FORUM. Ini adalah bagian kedua dari program ini akan dilaksanakan sampai tahun 2010 akhir nanti. Tony yang lama bermukim di Jepang mencoba menghadirkan dirinya dalam Foux Paradoks tubuhnya.

Berbeda dari bulan lalu yang mengetengahkan tubuh yang dibalut oleh pakaian resmi jas dengan permukaan kulit muka terbungkus lipatan-lipatan kain ala mummy. Yang pelaksanaannya ditemani oleh hujan yang turun deras dan banjir di jalanan. Tapi peristiwa itu menghadirkan ruang lain yang lebih tidak terduga, di mana kerisihan, kekesalan dan ketidaknyamanan terjadi.Jalanan Kota malah semakin menjadi ruang yang potensial untuk Borer eksplorasi dan diinterogasi. Publik yang sedang berteduh, alat transportasi kota yang haus mengejar setoran, orang gila dan orang yang sadar kegilaanya (seperti Tony Borer), tubuh abnormal dan tubuh yang dinormalisasi membuat pengalaman tubuh ini lebih kaya dari sebelumnya.

Kali ini Tony bereksplolasi dengan untaian bunga dalam tajuk " TUBUH MASKER SETENGAH BUNGA " Tubuh seharihari bertemu dengan tubuh interogasi Tony Broer. Tubuh yang terus melahirkan dirinya sendiri.Broer menjadikan dirinya sebagai pertapa urban, dimana ia memperlakukan tubuhnya bukan sebagai instrument, tapi pengalaman itu sendiri, melawan pabrikasi rasa, bahasa, dan tubuhnya.

Tubuh yang direkonstruksi ulang menghadirkan tatanan mummy terbungkus bunga-bunga plastik sebagai simbolik maskernya. Pertunjukan yang dilakukan dalam Tony dilakukan dimulai dari STSI sepanjang jalan Buahbatu berputar sampai Soekarno Hatta dan kembali ke STSI Bandung

Program Projek Anomali ini bertujuan untuk terus berusaha mempelajari selera publik, dari publik yang acak (random spectators). Juga mencari pengalaman rata-rata dari publik kota. Publik yang tidak siap memberondong dirinya dengan pertanyaan-pertanyaan..

Ketika teater memerlukan penonton maka ia juga perlu menonton. Maka dari itu untuk menonton teater yang sudah imun dan tidak menjadi seni yang vital, kehilangan fungsi sosialnya di tengah-tengah indeks sensasi konsumsi yang terjadi di masyarakat kota, teater harus melakukan interaksi langsung, atau bahkan penetrasi kepada publiknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar